Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
27/06/2025
CITILIVE

Solidaritas May Day Malang: Lawan UU Cipta Kerja dan Militerisasi Sipil Menggema di DPRD Malang

rifamahmudah
  • Mei 1, 2025
  • 3 min read
Solidaritas May Day Malang: Lawan UU Cipta Kerja dan Militerisasi Sipil Menggema di DPRD Malang

Citilive – Suasana halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Kamis siang (1/5/2025), dipenuhi semangat solidaritas dan harapan akan perubahan. Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, ratusan massa dari Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) bersama elemen mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menggelar aksi damai dengan membawa sejumlah tuntutan yang mencerminkan kegelisahan masyarakat pekerja terhadap arah kebijakan negara.

May Day yang selama ini identik dengan perayaan hak-hak pekerja, di Kota Malang justru menjadi ruang refleksi atas berbagai regulasi yang dinilai mengikis perlindungan buruh dan mempersempit ruang demokrasi sipil.

Aksi digelar tepat di depan gedung wakil rakyat, sebagai simbol bahwa suara buruh dan rakyat harus didengar dan direspons.Sekretaris Jenderal SPBI Kota Malang, Fatkhul Khoir, menyampaikan orasinya dengan lantang namun damai. Ia menyoroti dua regulasi yang menjadi perhatian utama para buruh: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Kami datang bukan hanya untuk memperingati May Day, tetapi membawa tuntutan serius. Dua undang-undang ini menjadi ganjalan besar bagi demokrasi dan keadilan bagi kaum buruh,” tegasnya.Menurutnya, UU Cipta Kerja semakin memperburuk kondisi tenaga kerja di Indonesia, mulai dari perluasan sistem kontrak jangka pendek, kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga penetapan upah minimum yang lebih fleksibel namun merugikan pekerja.

Hal ini, menurut Fatkhul, membuat posisi tawar buruh semakin melemah. “Kesejahteraan buruh makin jauh dari harapan. UU ini mengebiri hak-hak dasar kami sebagai pekerja,” ujarnya. Selain itu, aksi damai tersebut juga menyoroti perubahan dalam UU TNI yang dinilai membuka celah keterlibatan militer dalam urusan sipil. Fatkhul menilai revisi UU tersebut bisa melegitimasi kehadiran militer dalam aksi-aksi buruh, termasuk saat pemogokan kerja, yang selama ini merupakan bentuk protes sah dari kalangan pekerja.

Baca Juga:  PJ Walikota Kediri Soroti Pentingnya Pengembangan SDM ASN

“Salah satu pasal memberikan ruang bagi TNI untuk masuk ke ruang sipil atas dasar permintaan pemerintah daerah. Ini sangat berbahaya, karena bisa digunakan untuk membubarkan aksi buruh,” tambahnya. Para demonstran menilai, perubahan tersebut berpotensi menciptakan tumpang tindih fungsi antara militer dan sipil, dan membawa kembali bayang-bayang dwifungsi militer yang telah lama ditinggalkan dalam era reformasi.

Aksi Damai, Poster Tuntutan, dan Solidaritas Mahasiswa

Aksi diwarnai dengan yel-yel damai dan orasi bergantian dari berbagai perwakilan serikat pekerja dan mahasiswa. Mereka membawa poster-poster berisi pesan kuat seperti “Cabut UU Cipta Kerja”, “Militer Bukan Solusi Sipil”, dan “Buruh Bukan Musuh Negara”.

Kehadiran mahasiswa dalam barisan aksi menunjukkan kekuatan solidaritas lintas generasi dan sektor. Mereka hadir sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat, sekaligus mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada keadilan sosial. “Kami mahasiswa ikut berdiri di sini karena tahu, ketika buruh ditekan, demokrasi pun ikut terancam,” ujar salah satu peserta aksi dari Universitas Brawijaya (UB).

Meski tidak ada insiden berarti selama aksi, para buruh berharap kehadiran mereka di depan gedung DPRD bukan hanya menjadi tontonan, melainkan didengar dan ditindaklanjuti. Mereka menuntut agar DPRD Kota Malang menyampaikan aspirasi buruh secara resmi kepada pemerintah pusat, sekaligus lebih aktif mengawal kebijakan daerah yang pro pekerja.

“Kami tahu, DPRD adalah wakil kami. Jangan hanya duduk di dalam ruang ber-AC, tapi dengarlah suara kami di jalan,” kata Fatkhul menutup orasinya. May Day di Kota Malang menjadi pengingat bahwa perjuangan buruh belum selesai. Aksi damai ini bukan bentuk penolakan terhadap pembangunan, tetapi ajakan untuk membangun negeri dengan lebih adil, demokratis, dan berkeadaban. Buruh, mahasiswa, dan rakyat sipil berharap pemerintah mendengar jeritan mereka dan merespons dengan kebijakan yang benar-benar melindungi dan mensejahterakan.

Baca Juga:  KPU Kota Batu Siapkan TPS yang Ramah bagi Penyandang Disabilitas

Sebagaimana semangat Hari Buruh Internasional yang lahir dari sejarah panjang perjuangan, aksi damai di Kota Malang ini adalah bagian dari denyut demokrasi yang masih hidup selama suara dari jalan masih mampu menggema ke ruang-ruang kekuasaan. (Ab)