Dokter Poliklinik UM Beri Wejangan Jangan Anggap Remeh DBD
CITILIVE – Dengue Shock Syndrom (DSS) menjadi ancaman bagi penderita demam berdarah dengue (DBD).
Terutama untuk anak-anak yang terlambat mendapatkan penanganan. Kondisi ini biasanya akan menyebabkan kegagalan organ sehingga tidak jarang menyebabkan kematian.
Syok terjadi karena adanya kebocoran plasma ketika fase kedua demam berdarah. Kebocoran plasma akan mengakibatkan volume darah turun, ditandai dengan penurunan tekanan darah dan penurunan suplai oksigen ke organ dan jaringan.
Akral tubuh akan terasa dingin karena peredaran darah lebih diutamakan ke organ-organ vital.
Agar tidak jatuh dalam kondisi yang mematikan, maka butuh ilmu dan kewaspadaan dalam penanganan DBD ini.
Terlebih, dua tahun terakhir ini kasusnya terus meningkat. Sebagaimana data dari WHO yang dipaparkan oleh kepala unit penyakit tropis Raman Valeyudhan mengatakan, jika terjadi peningkatakan delapan kali lipat kasus DBD pada tahun 2000-2022.
Kasus DBD meningkat dari 500 ribu kasus menjadi 4,2 juta. Bahkan, bisa dikatakan jika setengah dari populasi dunia beresiko terkena demam berdarah, dimana penyakit ini telah menyerang sekitar 129 negara. Hal ini dikatakan Raman Valeyudhan pada Jumat, 21/07/2023.
Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 1.236 kasus kematian akibat DBD di Indonesia pada 2022. Jumlah ini melonjak hingga 75,32% dibandingkan pada tahun sebelumnya dengan jumlah 705 kasus kematian.
Jika jumlah penderita DBD sebanyak 143.184 orang, maka dapat kita ketahui jika angka kematian (case fatality rate) akibat penyakit tersebut di dalam negeri sebesar 0,86% pada tahun 2022. Sebanyak 63% kasus kematian itu didominasi oleh anak berusia 0-14 tahun melansir dari dataindonesia.id
Sementara hingga minggu ke-19 tahun 2023, jumlah kasus DBD di Indonesia mencapai 31.380 kasus dengan 246 kasus di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Kondisi ini tentu perlu diwaspadai, terutama untuk anak-anak, yang merupakan salah satu kelompok berisiko. Maka, perlu adanya pencegahan agar penyakit ini tidak menularkan ke banyak orang. Berikut juga perlu mengenali gejalanya sehingga bisa melakukan pengobatan secara tepat dan cepat.
Infeksi DBD disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti yang mengandung virus dengue, yakni DENV-1, 2, 3, 4. Nyamuk tersebut menggigit orang yang terinfeksi dengue.
Selanjutnya, virus dengue akan bereplikasi di dalam kelenjar liur nyamuk selama 8−12 hari. Nyamuk ini akan mentransmisikan virus dengue jika menggigit manusia lain, sehingga akan mengalami gejala setelah masa inkubasi rata-rata 4−7 hari.
Sudah dijelaskan, jika dbd disebarkan oleh gigitan nyamuk. Maka, harus ada upaya untuk mengendalikan perkembangan dari nyamuk tersebut. Di masyarakat, metode 3M yang populer meliputi menguras, menutup, dan mendaur ulang barang yang menjadi lokasi nyamuk berkembang biak.
Langkah lainnya adalah dengan menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Lalu menggunakan obat anti nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur.
Kita juga bisa mengubah lingkungan dengan memelihara ikan pemakan jentik, menanam tanaman pengusir nyamuk, dan sebagainya.
Jika terjadi infeksi virus tersebut, seseorang akan merasakan demam tinggi, mual, muntah, sakit kepala, hingga nyeri otot di seluruh tubuhnya.
Demam ini biasanya tidak turun pada hari ke 3-4 meskipun sudah minum obat penurun panas. “Siklus pelana” dikenal sebagai siklus demam pada DBD. Siklus ini menggambarkan kondisi demam pada penderita DBD yang memiliki pola naik-turun-naik, layaknya bentuk pelana kuda.
Tidak sedikit orang mengira apabila demam turun artinya infeksi akan sembuh. Padahal, saat itu justru akan masuk fase kritis dari penyakit tersebut.
Di sisi lain, ada penderita yang justru tidak muncul bintik-bintik merah sedikitpun di tubuhnya sehingga dianggap bukan demam berdarah. Padahal tanda perdarahan bukan hanya adanya bintik-bintik merah.
Maka, jika didapati ada yang mengalami demam selama tiga hari yang tidak turun dengan pemberian obat penurun panas bahkan minum antibiotik sekalipun, maka harus segera diperiksakan lebih lanjut. Dokter akan meng-anamnesa pasien dan melakukan pemeriksaan kondisi fisik.
Terkadang juga membutuhkan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan hematologi rutin dan serologi. Tes serologi atau tes antibodi berguna mendeteksi antibodi IgM dan IgG anti-dengue yang diproduksi oleh sistem kekebalan ketika seseorang terpapar virus dengue.
Selama 12 minggu ke depan, tes serologi masih bisa digunakan untuk memantau perkembangan virus dengue dalam tubuh seseorang.
Yang tidak kalah penting adalah, harus ada upaya menjaga kondisi tubuh agar tidak sampai dehidrasi sejak munculnya demam.
Caranya adalah dengan minum air putih yang cukup, makan makanan yang bergizi, dan minum suplemen untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Ada banyak kasus, karena asupan makanan dan minuman yang bagus, menjadikan seseorang yang terinfeksi dengue tidak butuh rawat inap. Namun tetap harus dipantau kondisi trombositnya dengan melakukan pemeriksaan hematologi (darah lengkap) setidaknya tiap 24 jam.
Ketika melewati masa kritis dan diikuti perbaikan kondisi, maka seseorang akan bisa dikatakan sembuh dari demam dengue. Tentunya masih tetap perlu konsultasi dengan dokter.
Salam sehat selalu.