Seberapa Efektifkah Sistem Pembelajaran Online Saat Ini?
DIKSAR, malangpost.id – Hayo siapa yang sudah lelah dengan study from home? Bagi kamu yang merasa bosan belajar di depan komputer saya, hal ini wajar kok. Sebab, semua pelajar mejalankan sistem pembelajaran online ini lebih dari satu semester. Meskipun sudah ada sejumlah sekolah yang melakukan tatap muka.
Di samping itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim meninjau mengenai pembelajaran daring hingga sekarang. Menurut analisis pihak kementerian, banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya pembelajaran daring ini.
Lantas, kemudian sering kita dengar banyak yang bertanya, apakah pembelajaran online ini efektif? Nah, mari kita tinjau dari ulasan study from home dari mas Menteri, Nadiem Makarim.
Masih banyak sekolah yang BDR (Belajar dari Rumah)
Meskipun pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning sudah diperbolehkan, masih banyak sekolah yang melakukan belajar dari rumah. Artinya hal tersebut kembali kepada kebijakan dari kepala sekolah.
Banyak anak yang sudah merasa melekat dengan pembelajaran daring. Misalnya seperti terbiasa belajar online hingga malas untuk kembali ke sekolah. Ataupun mereka yang malah terlalu asyik bermain karena sistem sekolahnya menjadi tidak pasti.
Namun, hal tersebut justru tidak efektif. Meninjau dari tingkat motivasi yang menurun selama masa pembelajaran daring. Bahkan beberapa dampak negatif muncul seperti yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Ancaman putus sekolah
Dampak pertama yang ternyata tercermin secara nyata adalah ancaman putus sekolah. Yang pertama, anak terpaksa harus bekerja. Hal ini merupakan konsekuensi atas adanya penurunan pendapatan di masyarakat akibat Covid-19.
Banyak anak yang akhirnya membantu orang tua untuk bekerja. Hal ini semata-mata untuk membantu keuangan keluarga. Alih-alih sekolah online hanya menjadikan beban, banyak anak yang diminta untuk bekerja.
Kedua, persepsi orang tua dalam melihat sistem pembelajaran online. Banyak orang tua tidak bisa menilai hasil belajar dari adanya pembelajaran daring ini. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidakseriusan dalam menjalani pembelajaran daring.
Kendala tumbuh dan berkembang
Berdasarkan riset, sebagian besar pelajar merasa kesusahan dalam berkembang. Misalnya saja ketika ingin melakukan kegiatan tetapi terbatas hanya koordinasi daring saja. Meskipun tetap dapat berjalan, kegiatan tersebut kurang optimal. Alhasil hal inilah yang dimaksud dengan kendala untuk tumbuh dan berkembang.
Kesenjangan capaian belajar
Saat belajar daring, tidak semua anak mendapat akses pendidikan yang sama. Anak dengan ekonomi lebih mampu dengan mudah mendapatkan akses pembelajaran yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan mereka yang berasal dari sosio-ekonomi yang kurang mampu. Tentu hal ini menimbulkan kesenjangan dalam hal capaian belajar karena fasilitas yang diterima tidak sama.
Ketidakoptimalan pertumbuhan
Seperti yang kita ketahui bahwa PAUD merupakan jenjang pendidikan pertama yang diupayakan pemerintah. Tentu saja hal tersebut karena anak sedang dalam usia emas untuk tumbuh dan berkembang. Namun, di masa pandemi ini, keberjalanan PAUD tidak berkembang.
Banyak yang lebih memilih menutup intitusi pendidikannya karena merasa kurang dibutuhkan. Selain itu bisa jadi karena jumlah siswa yang relatif sedikit. Padahal, PAUD berperan penting dalam pertumbuhan belajar anak di usia awal.
Risiki “learning loss”
Sistem pembelajaran online berisiko menimbulkan learning loss. Learning loss yakni kegiatan tanpa pembelajaran, baik dari sisi kognitif maupun pembentukan karakter. Hal ini sangat dikhawatirkan mengingat generasi Indonesia tumbuh dari para pelajar tersebut.
Tekanan psikososial dan KDRT
Tak dapat dimungkiri, pembelajaran online banyak memberikan tekanan. Mulai dari tugas yang menumpuk dan harus dikerjakan sendiri tanpa berdiskusi langsung dengan teman. Sampai dengan masalah keluarga yang tidak bisa dihindarkan.
Hal ini bisa menyebabkan anak stress. Minimnya interaksi dengan guru menyebabkan berkurangnya motivasi para pelajar dalam mengikuti BDR. Selain itu, kesulitan dalam menerima pembelajaran turut berpengaruh dalam faktor stress anak selama belajar online.
Kekerasan yang tidak terdeteksi
Tanpa sekolah, ternyata banyak kekerasan dalam rumah tangga yang tidak terdeteksi. Pasalnya, guru sebagai orang tua siswa di sekolah tidak lagi memegang peran demikian. Melainkan guru hanya pengawas dan fasilitator. Sementara peran orang tua kembali lagi pada orang tua sebenarnya.
Tanpa diduga, karena beban kerja atau hal lainnya, cukup banyak orang tua yang akhirnya melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri. Entah dianggap menyusahkan atau memang tidak cocok dengan sistem pembelajaran online.
Dengan sejumlah kekurangan tersebut, pembelajaran daring jelas tidak efektif. Oleh karena itu, Nadiem Makarim sudah mengizinkan pembelajaran tatap muka pada tahun depan. Namun, hal ini bersyarat sesuai dengan keputusan pemerintah daerah masing-masing.
Kalau sekolahmu kapan offline?