
UPDATEKOTA, MalangLive – Tragedi berdarah terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Hingga Minggu, 2 Oktober 2022 pukul 20.30 WIB, dilaporkan sebanyak 125 orang meninggal dunia berdasarkan data dari Polri sebagaimana kami lansir dari Antara.
Setelah laga derbi Arema FC melawan Persebaya Surabaya berhasil dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan.
Akibat kekalahan Singo Edan, menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan dan terjadi kericuhan.
Kerusuhan semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya.
Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha melakukan upaya pencegahan dengan menghalau para suporter tersebut agar tidak masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain.
Dalam proses tersebut, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
Akibatnya, terjadi kepanikan yang menyebabkan penonton bergegas keluar stadion dan terjadi penumpukan di pintu keluar.
Banyak penonton yang menumpuk di pintu-pintu keluar lemas, mengalami kesulitan bernapas, dan kehilangan nyawa.
Ratusan korban jiwa dalam insiden pilu ini menjadi yang teburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Bahkan, tragedi Kanjuruhan menempati urutan kedua dalam sejarah pertandingan sepak bola mematikan di dunia.
Pertandingan sepak bola paling mematikan di dunia yang terjadi di Estadio Nacional di Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 menempati urutan pertama.
Dalam tragedi tersebut, korban tewas sebanyak 328 orang.
Tragedi berdarah tersebut terjadi saat laga antara Argentina melawan Peru dalam memperebutkan tiket di Olimpiade Tokyo.
Laga yang berjalan dengan tensi tinggi tersebut dihadiri oleh 53 ribu penonton.
Jelang berakhirnya pertandingan, Peru sempat menyamakan skor usai tertinggal 0-1 dari Argentina sepanjang laga.
Namun, gol tim Peru tersebut tidak disahkan wasih, sehingga suporter yang hadir di stadion murka.
Kericuhan terjadi ketia salah satu suporter berlari masuk ke lapangan dan memukul wasit, yang diikuti oleh suporter lainnya.
Polisi yang mencoba mengatasi kericuhan mengamankan situasi dengan melemparkan gas air mata yang berlebihan.
Hal ini menyebabkan kepanikan para penonton. Ditambah dengan satu gerbang keluar stadion terkunci.
Situasi mencekam terjadi dan menyebabkan 328 orang dinyatakan meninggal dunia karena terinjak dan kehabisan oksigen.
Tragedi di Estadio Nacional di Lima, Peru menjadi yang terparah sepanjang sejarah sepak bola dunia.
Setelah Kanjuruhan, tragedi sepak bola mematikan di dunia berikutnya adalah yang terjadi di Hillsborough, Sheffield, Inggris pada 12 Maret 1989 dengan korban tewas 96 orang.
Sepak bola merupakan olahraga paling populer di dunia. Seringkali, kapasitas stadion melebih batas maksimum yang bisa menjadi menjadi pemicu yang dapat menyebabkan kerusuhan.
Seringkali saat laga terjadi, pasukan polisi yang hadir di pertandingan tidak dilengkapi atau dipersiapkan untuk mengatasi situasi ini.
Dalam daftar panjang insiden di stadion sepak bola membuktikan ketidakmampuan polisi untuk mengendalikan kerumunan besar penggemar sepak bola.
Bencana olahraga paling mematikan dalam sejarah banyak terjadi di pertandingan sepak bola, mengalahkan olahraga paling mematikan kedua bagi penonton (mengemudi mobil balap).