Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
04/07/2025
CITILIVE

Wali Kota Malang Tegaskan PKL dan UMKM Bebas Pajak: Pajak Hanya Berlaku untuk Resto & Dine-in

rifamahmudah
  • Juli 2, 2025
  • 2 min read
Wali Kota Malang Tegaskan PKL dan UMKM Bebas Pajak: Pajak Hanya Berlaku untuk Resto & Dine-in

CITILIVE – Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menegaskan bahwa pedagang kaki lima (PKL) dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak akan dikenai pajak daerah meski omzet mereka tinggi. Penegasan ini disampaikan untuk menjawab kekhawatiran publik menyusul perubahan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Malang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD). Menurut Wahyu, objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sektor makanan dan minuman hanya menyasar usaha seperti restoran dan kafe yang memiliki layanan makan di tempat (dine-in). Artinya, meskipun omzet PKL melebihi ambang batas, mereka tetap tidak dikenai pajak.

“Mereka (PKL) bukan bagian dari objek pajak PBJT makanan dan minuman. Termasuk penjual cilok, sempol, dan usaha sejenis. Ini bentuk keberpihakan nyata kami pada sektor informal dan UMKM,” tegas Wahyu melalui unggahan resmi di akun Instagramnya.

Salah satu poin krusial dalam revisi Ranperda tersebut adalah kenaikan ambang batas omzet untuk pengenaan pajak PBJT makanan-minuman. Dari semula Rp 5 juta per bulan, kini hanya pelaku usaha dengan omzet di atas Rp 15 juta yang dapat dikenakan pajak. Itu pun hanya berlaku jika usaha tersebut menyediakan meja dan kursi untuk konsumsi di tempat. “Meskipun ada yang omzetnya di atas Rp 15 juta, kalau tidak punya fasilitas dine-in, ya bukan objek pajak. Jadi jangan salah paham. Kami tidak sedang memajaki PKL,” ujar Wahyu lagi.Lebih lanjut, Wahyu juga mengklarifikasi isu soal minimarket dan toko modern. Tidak semua minimarket dikenai PBJT makanan dan minuman. Hanya minimarket yang menjual makanan siap konsumsi dan menyediakan meja kursi bagi pengunjung yang termasuk objek pajak. “Sebagian besar toko modern hanya kena PPN, bukan PBJT. Dan PPN itu disetor ke Kementerian Keuangan melalui Kantor Pajak Pratama,” jelas Wahyu.

Baca Juga:  Launching Maskot Porprov Jatim IX (2025): Cak Jo Siap Beraksi!

Penerapan ambang batas baru ini memang menurunkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang hingga Rp 7 miliar, namun Wahyu menyebut hal itu sebagai bentuk komitmen fiskal untuk mendorong pertumbuhan UMKM. “Kami lebih memilih kehilangan potensi PAD daripada membebani pelaku usaha kecil. Fokus kami adalah keberlanjutan usaha mereka,” tegasnya. (Ab)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *