Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
19/04/2025
CITILIVE

Semnas RKUHAP: Guru Besar UB Tegaskan Pentingnya Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang Bermartabat dan Berintegritas

rifamahmudah
  • April 18, 2025
  • 4 min read
Semnas RKUHAP: Guru Besar UB Tegaskan Pentingnya Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang Bermartabat dan Berintegritas

CITILIVE – Kantor Advokat dan Konsultan Hukum “Aullia Tri Koerniawati dan Rekan” menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Implikasi terhadap Optimalisasi Peran Lembaga Penegak Hukum (LPH) dalam Mewujudkan Penegak Hukum yang Bermartabat dan Berintegritas” di Hotel Ijen Suite, Jl. Ijen Nirwana Raya Blok A, Kota Malang.

Seminar yang diikuti dari berbagai Akademisi, Lembaga Hukum, Mahasiswa ini juga menghadirkan para pakar hukum nasional, yaitu Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, SH, M.Si, Prof. Dr. Tingat, SH, M.Hum, dan Prof. Dr. Sadjijono, SH, M.Hum, sebagai narasumber utama.

Dalam paparannya, Prof Nyoman secara mendalam menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System).

Ia menyatakan bahwa hukum acara pidana bukanlah sekadar tata cara proses peradilan, melainkan bagian dari sistem besar yang menyangkut penegakan hukum, perlindungan HAM, serta kepastian dan keadilan hukum.

“Hukum acara pidana itu bukan berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari sistem. Sistem penegakan hukum pidana yang bekerja secara sinergis antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga terkait lainnya. Semua harus terintegrasi,” ungkap Prof. Nyoman. (Kamis, 17/4).

Ia menambahkan bahwa dalam sistem tersebut, perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijunjung tinggi.

“Hak asasi manusia dari semua pihak, baik tersangka, terdakwa, terpidana, korban, saksi maupun advokat, wajib dilindungi. Negara harus hadir menjamin bahwa proses hukum berjalan adil dan bermartabat,” lanjutnya.

Menurut Prof. Nyoman, RKUHAP yang sedang dirancang harus mampu menjawab tantangan zaman. Ia menyebutkan bahwa perubahan hukum acara pidana harus mempertimbangkan dinamika sosial dan global yang terjadi.

“RKUHAP tidak boleh stagnan. Ia harus sesuai dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, sistem ketatanegaraan, hingga konvensi internasional yang sudah diratifikasi, serta putusan Mahkamah Konstitusi. Kita juga tidak bisa abaikan diberlakukannya KUHP Nasional melalui UU No. 1 Tahun 2023,” Tegas Prof Nyoman

Prof. Nyoman menyoroti pentingnya sinkronisasi antara RKUHAP dan regulasi yang sudah ada, khususnya UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan KUHP.

“Undang-undang acara pidana harus sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, serta tetap berpijak pada prinsip dasar seperti praduga tak bersalah, praperadilan, dan due process of law. Ini adalah bagian dari karya agung bangsa Indonesia dalam menegakkan keadilan yang pro-HAM dan berintegritas,” jelasnya.

Secara rinci, Prof. Nyoman memaparkan bahwa rancangan RKUHAP saat ini terdiri dari 20 BAB dan 334 pasal, yang mencerminkan pendekatan sistematis dan berbasis keadilan. Ia menjelaskan empat pilar utama dalam rancangan tersebut diantaranya Mekanisme sistem peradilan pidana terpadu: mencakup proses dari pra-penuntutan, penuntutan, sidang pengadilan, hingga eksekusi putusan pengadilan,

Sementara dalam Perlindungan hak asasi manusia Prof Nyoman menjelaskan perlindungan tidak hanya bagi tersangka dan terdakwa, tetapi juga korban, saksi, dan advokat, termasuk perlakuan khusus bagi penyandang disabilitas, perempuan, dan lansia.

Pengawasan dan transparansi tidak luput dari paparan Prof Nyoman, seperti penggunaan CCTV dalam penyidikan dinilai penting untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan menjamin akuntabilitas proses hukum.

Sperti yang sudah pernah disampaikan Prof Nyoman bahwa Mekanisme restorative justice adalah untuk menyelesaikan perkara tertentu secara adil, humanis, dan berbasis pemulihan.

“RKUHAP ini juga akan mengatur mekanisme khusus seperti praperadilan, tanggung jawab ganti kerugian, rehabilitasi, restitusi bagi korban, serta penegasan kembali fungsi dan kewenangan penegak hukum agar bekerja sesuai prosedur dan kode etik profesional,” tegas Prof. Nyoman.

Ia juga membandingkan beberapa rancangan sebelumnya, mulai dari RKUHAP versi Pemerintah tahun 2012, Rancangan Inisiatif DPR RI tahun 2023, hingga rencana pengajuan tahun 2025 yang menurutnya harus menjadi lebih responsif dan inklusif.

“Semua dokumen perancangan tersebut adalah peta jalan menuju reformasi hukum acara pidana nasional. Namun, harus dipastikan bahwa orientasinya tetap pada keadilan, profesionalitas, dan integritas lembaga penegak hukum. Bukan sekadar administrasi, tapi filosofi penegakan hukum yang menjamin keadilan substantif,” tegas Prof. Nyoman.

Di akhir sesi, Prof. Nyoman kembali menegaskan bahwa optimalisasi peran lembaga penegak hukum tidak bisa dicapai tanpa perubahan sistemik dalam hukum acara pidana.

“Kalau kita ingin penegakan hukum yang bermartabat dan berintegritas, maka semua lembaga penegak hukum harus bekerja dalam satu sistem, punya pedoman yang sama, dan mengedepankan nilai keadilan serta HAM. RKUHAP harus menjelma menjadi alat reformasi dan refleksi karakter hukum bangsa kita,” pungkasnya. (Ab)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *