Ribuan Warga Padati Stasiun Kota Baru, Wayang Kulit Banjaran Gatotkaca Meriahkan Hari Kesaktian Pancasila

CITILIVE, MALANG – Suasana depan Stasiun Kota Baru Malang, Jumat malam (3/10/2025), dipadati ribuan warga yang antusias menyaksikan pagelaran wayang kulit spektakuler. Acara ini digelar Pemerintah Kota Malang dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila 2025 dengan lakon Banjaran Gatotkaca yang dimainkan tiga dalang kawakan.
Pagelaran ini menghadirkan Ki Dr. Yanto, S.H., M.H., Ki Sri Kuncoro, dan Ki Bayu Aji Pamungkas, lengkap dengan iringan gamelan, sinden, serta bintang tamu spesial. Kehadiran masyarakat yang membeludak menunjukkan bahwa seni tradisi masih mendapat tempat istimewa di hati warga Malang.
Wali Kota: Wayang Kulit Bukan Sekadar Hiburan

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, yang hadir langsung bersama Wakil Wali Kota Ali Muthohirin dan Sekda Kota Malang, menegaskan bahwa pagelaran wayang kulit ini memiliki makna mendalam.
“Wayang kulit bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan. Di Hari Kesaktian Pancasila ini, kita diajak merenungkan kembali nilai-nilai kebajikan, persatuan, dan keberanian seperti yang diteladankan dalam kisah Gatotkaca,” ujar Wahyu dalam sambutannya.
Ia menambahkan, acara ini sekaligus menjadi wujud komitmen Pemkot Malang dalam melestarikan budaya Jawa, khususnya wayang kulit, sebagai warisan luhur bangsa.
Lakon Banjaran Gatotkaca Bawa Pesan Moral

Lakon Banjaran Gatotkaca yang dimainkan malam itu dipilih bukan tanpa alasan. Kisah perjalanan hidup Gatotkaca yang penuh perjuangan dan pengorbanan menjadi simbol semangat bangsa dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan.
Menurut para dalang, lakon ini relevan dengan kondisi saat ini, di mana generasi muda perlu meneladani keberanian dan keteguhan hati Gatotkaca. “Wayang itu ajaran hidup. Lewat Gatotkaca, kita belajar arti pengabdian dan keberanian membela yang benar,” ujar Ki Dr. Yanto saat diwawancarai usai pertunjukan.
Antusiasme Penonton Membludak

Sejak sore, masyarakat sudah mulai memadati area depan Stasiun Kota Baru. Jalan Trunojoyo dipenuhi oleh warga dari berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga orang tua, yang rela duduk lesehan demi menikmati pagelaran.
Beberapa penonton mengaku sengaja datang dari luar kota. “Saya datang dari Kepanjen, karena jarang sekali ada wayang kulit sebesar ini di pusat kota. Apalagi ceritanya Banjaran Gatotkaca, pasti seru,” kata Rendra, salah satu penonton.
Penampilan para sinden seperti Elisha Alisho dan Endah Laras, serta bintang tamu seperti Dimas Tedjo dan Gareng Semarang, juga menambah kemeriahan acara. Mereka berhasil membawakan suasana segar yang memikat generasi muda.
Apresiasi dari Pejabat Pusat
Tak hanya Pemkot Malang, apresiasi juga datang dari pejabat pusat. Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., turut memberikan sambutan. Ia menilai pagelaran ini sebagai bentuk nyata pelestarian budaya sekaligus sarana pendidikan moral.
“Wayang kulit adalah mahakarya bangsa. Nilai-nilainya tetap relevan, meski zaman terus berubah. Pagelaran ini membuktikan budaya bukan sesuatu yang usang, melainkan kekuatan untuk menjaga jati diri bangsa,” ungkapnya.
Refleksi Hari Kesaktian Pancasila
Pagelaran wayang kulit ini menjadi penutup yang manis dalam rangkaian peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Kota Malang. Dengan lakon Banjaran Gatotkaca, masyarakat diajak untuk kembali menghayati nilai-nilai pengorbanan, persatuan, dan keberanian yang sejalan dengan semangat Pancasila.
Wali Kota Wahyu berharap momentum ini bisa menjadi pengingat bersama. “Pancasila adalah dasar negara, sekaligus pedoman hidup bangsa. Mari kita jaga, kita amalkan, dan kita wariskan nilai-nilainya kepada generasi muda,” tegasnya.
Pagelaran berakhir menjelang dini hari, namun antusiasme warga tetap bertahan hingga akhir pertunjukan. Dengan cahaya lampu dan tabuhan gamelan, suasana malam itu menjadi bukti bahwa Kota Malang bukan hanya kota pendidikan dan pariwisata, tetapi juga kota yang berbudaya. (Ab)