Peringatan Hari Buruh : Aksi Demo Kembali Mewarnai Kota Malang
BALAIKOTA, Malangpost.id – Bertempat di pintu masuk Timur Balaikota Malang, Selasa (4/5/2021), puluhan massa yang mengatasnamakan Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ( PMKRI) menggelar aksi demo.
Aksi demo dalam kaitannya dengan Hari Buruh ini sekaligus memperingati Hari Pendidikan Koordinator lapangan, Exen Jontana mengatakan, aksi massa ini berasal dari anggota PMKRI berbagai universitas di Kota Malang.
Aksi dimulai pada pukul 10.15 WIB ini dengan pergerakan massa yang berjalan dari Jalan Kertanegara dengan pengawalan petugas kepolisian.
Kemudian massa berkumpul di pintu masuk timur balaikota Malang untuk kemudian menyampaikan orasi.
Baca juga : Momentum Hardiknas Universitas Brawijaya, Diwarnai Aksi Diam
Dalam lima tuntutannya, PMKRI cabang Malang meminta agar:
- Stop liberalisasi ekonomi dan pendidikan
- Hentikan pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap buruh
- Kembalikan pengaturan upah minimum regional ke kabupaten
- Kurangi biaya pendidikan tinggi di tengah pandemi
- Hentikan pembungkaman suara mahasiswanya
Menurutnya, kelima tuntutan tetsebut berangkat dari kekhawatiran PMKRI terhadap nasib buruh. “Selama 2020 telah banyak buruh yang di PHK,” tegas Exen.
“PHK itu berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan,” lanjutnya.
Exen turut mempermasalahkan sikap pemerintah Jokowi yang membuka kran investasi besar-besaran. Bila negara terus mensupport pengusaha, maka nasib buruh akan tergadaikan.
“Bagaimana nasib buruh, mereka butuh makan di kondisi covid ini,” lanjut Exen.
Selain itu, aksi PMKRI cabang Malang ini juga turut menyikapi maraknya pembungkaman terhadap suara mahasiswa.
Exen mengakui, saat ini banyak pembungkaman suara mahasiswa. Ketika mahasiswa berdemo, maka banyak dari mereka yang diancam dengan DO (drop out).
“Ini sebuah pembodohan,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Exen juga menyinggung masalah pendidikan yang tidak merata. Dampak pandemi dirasakan secara merata, namun pihaknya merasakan pemerintah hanya memprioritaskan sekolah negeri.
Exen mengingatkan, bila sekolah swasta hadir juga atas izin pemerintah, seharusnya pemerintah tidak dapat melepaskan campur tangannya pada sekolah swasta yang ada.