Pemkot Malang Batasi Minimarket Baru: Izin Diperketat, UMKM Wajib Diakomodasi

CITILIVE – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang resmi mengambil langkah tegas untuk membatasi pendirian minimarket baru. Kebijakan ini muncul setelah jumlah gerai minimarket di wilayah Kota Malang dinilai sudah terlalu padat dan mulai menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan pasar tradisional serta UMKM lokal.
Data yang dihimpun dari Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) menyebutkan, sepanjang tahun 2024 terdapat 20 izin minimarket baru yang diterbitkan di lima kecamatan di Kota Malang. Namun memasuki pertengahan 2025, hanya tiga pengajuan izin baru yang tercatat mengindikasikan tren pelemahan sekaligus sinyal pembatasan oleh pemerintah kota.

“Sekarang potensi (minimarket baru) sudah tidak ada. Kota Malang sudah penuh,” tegas Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, Selasa (22/7).
Salah satu wilayah dengan kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Blimbing, yang tercatat memiliki lebih dari 20 minimarket dalam radius yang relatif berdekatan, didominasi oleh jaringan waralaba besar seperti Indomaret dan Alfamart.
Merespons situasi ini, Pemkot Malang tengah menyiapkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2019 yang selama ini menjadi acuan penyelenggaraan minimarket. Revisi tersebut akan memuat sejumlah poin penting, termasuk pengaturan jarak minimal antar minimarket dan pasar tradisional, serta kewajiban penyelenggara untuk menyerap tenaga kerja lokal dan mengakomodasi produk UMKM.
“Kalau mau perpanjangan izin, ya harus memenuhi syarat. Wajib menyerap tenaga kerja yang ber-KTP Malang dan beri ruang bagi UMKM lokal,” ujar Arif.
Menurut Arif, ruang bagi produk UMKM dalam jaringan ritel modern bukan hanya formalitas, melainkan kewajiban yang harus ditegaskan dalam regulasi.
“Minimarket harus jadi saluran distribusi bagi UMKM Malang. Itu wajib dan tidak bisa ditawar,” tegasnya.
Sambil menunggu revisi perda selesai, seluruh proses perizinan tetap mengacu pada Perda lama, namun akan diterapkan secara lebih selektif dan ketat.
“Kami juga minta data sebaran pasar tradisional untuk mengatur zonasi yang lebih adil. Jaraknya harus dihitung dari pasar rakyat resmi, bukan pasar krempyeng,” imbuhnya.
Langkah Pemkot Malang ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk aktivis konsumen dan pegiat ekonomi kerakyatan yang selama ini menyoroti makin menjamurnya toko modern di tengah lesunya pasar tradisional.
Dengan regulasi yang diperketat, Pemkot berharap ekosistem ritel di Kota Malang bisa tumbuh lebih seimbang—memberi ruang yang adil bagi usaha kecil, melindungi pasar rakyat, sekaligus memastikan masyarakat tetap mendapatkan akses barang kebutuhan secara merata. (Ab)