Musim Hujan Bikin Cemas: Kasus DBD di Kota Malang Meningkat Hingga 380, Warga Diminta Waspada

CITILIVE –DBD di Kota Malang Meningkat “Setiap malam anak saya demam tinggi, saya pikir hanya flu biasa. Ternyata DBD.” cerita Lia (38), warga Kecamatan Sukun, dengan mata berkaca-kaca. Putrinya yang berusia 7 tahun kini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD). Ia bukan satu-satunya. Kota Malang tengah menghadapi lonjakan kasus DBD yang signifikan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang, hingga awal Mei 2025 tercatat sudah ada 380 kasus DBD. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, apalagi kasus tertinggi tercatat di Kecamatan Sukun dan Blimbing, dua wilayah padat penduduk.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr. Husnul Muarif, musim hujan yang berkepanjangan menjadi salah satu pemicu utama ledakan kasus. “Cuaca lembap dan genangan air menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Ini ancaman serius yang harus dihadapi bersama,” ujar dr. Husnul saat ditemui di Kantor Dinkes.

Pola peningkatan kasus DBD disebutnya konsisten terjadi pada bulan Maret hingga Mei, sehingga bulan ini dianggap sebagai puncak kewaspadaan. “Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, puncaknya selalu terjadi saat peralihan musim, ketika masyarakat juga kurang waspada terhadap kebersihan lingkungan,” lanjutnya.
PSM 3M Jadi Tameng Utama: Menguras, Menutup, Mengubur
Dinas Kesehatan Kota Malang pun menggencarkan edukasi ke masyarakat soal pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan metode 3M Plus: Menguras tempat penampungan air, Menutup rapat tempat air, dan Mengubur barang bekas yang bisa menampung air.
“Kalau tidak dimulai dari rumah sendiri, akan sulit. Banyak warga merasa sudah bersih, tapi lupa periksa tempat minum hewan, pot tanaman, atau saluran air yang tersumbat. Itulah habitat ideal nyamuk DBD,” kata dr. Husnul.
Ia juga menegaskan bahwa fogging atau pengasapan hanya efektif membunuh nyamuk dewasa, bukan larva. Karena itu, fogging sebaiknya hanya dilakukan saat ditemukan kasus di suatu wilayah, bukan sebagai metode utama pencegahan.
Kisah Warga: Terlambat Sadar, Anak Hampir Kritis
Lia, yang tinggal di daerah perbukitan dekat Jalan Satsuit Tubun, mengaku tidak menyangka anaknya bisa terkena DBD. “Kami pikir rumah kami bersih. Tapi ternyata di halaman belakang ada ember yang lupa dikuras,” ungkapnya. Lia berharap pemerintah lebih rutin melakukan pengecekan lapangan, dan warga juga tidak abai menjaga lingkungan.
Pengalaman serupa juga dialami Dedy (41), warga Blimbing, yang mengaku tetangganya meninggal dunia bulan lalu akibat DBD. “Anaknya demam tiga hari, dibawa ke rumah sakit sudah trombositnya drop. Kami semua jadi lebih waspada sekarang,” ujarnya.
Pemerintah Siaga, Warga Diminta Proaktif
Dinas Kesehatan kini memperkuat koordinasi dengan puskesmas dan RT/RW setempat untuk menggelar gerakan PSN massal. Selain itu, edukasi melalui media sosial dan penyuluhan door-to-door juga terus digencarkan. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Butuh kesadaran kolektif dari masyarakat,” ucap dr. Husnul.
Ia juga mengimbau agar setiap warga yang mengalami gejala demam tinggi, nyeri otot, dan ruam kulit segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. “Deteksi dini sangat penting agar pasien bisa segera ditangani sebelum kondisi memburuk,” tegasnya.
DBD Bukan Sekadar Angka
Lonjakan kasus DBD di Kota Malang bukan sekadar statistik. Di balik angka 380 itu, ada keluarga yang kehilangan waktu, energi, bahkan nyawa. Mencegah DBD bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Mulai dari rumah sendiri, dari hal terkecil: kuras, tutup, kubur. Jangan tunggu sampai terlambat. (Ab)