Menuju Zero Stunting 2026, Dinkes Kabupaten Malang Genjot Kolaborasi dan Intervensi Sejak Dini

CITILIVE – Komitmen Pemerintah Kabupaten Malang untuk menekan angka stunting terus dibuktikan secara nyata. Melalui Dinas Kesehatan (Dinkes), berbagai langkah terintegrasi dan kolaboratif dijalankan untuk mengejar target ambisius: menuju Zero Stunting pada tahun 2026. Meski angka prevalensi stunting per Februari 2025 tercatat sebesar 6,18 persen, hanya sedikit naik dari tahun sebelumnya (6,15 persen), Plt. Kepala Dinkes Kabupaten Malang, drg. Ivan Drie, menilai ini menjadi panggilan untuk kerja lebih keras, terutama dalam menyentuh akar persoalan hingga ke tingkat desa.
“Jumlah balita yang terindikasi stunting sebanyak 9.829 anak dari 156.948 balita yang diukur. Ini angka yang menantang, namun masih dalam kisaran wajar. Bapak Bupati Sanusi bahkan sudah mendeklarasikan target stunting 2024 di angka 6,2 persen,” terang Ivan, Minggu (1/6/2025).
Tantangan Besar, Kolaborasi Lebih Besar

Stunting bukan hanya soal kesehatan, melainkan berkaitan erat dengan akses sanitasi, air bersih, pola asuh, hingga ketahanan pangan lokal. Karena itu, Dinkes Kabupaten Malang tidak berjalan sendiri. Salah satu strategi yang kini menjadi andalan adalah Program Sambang Desa, yang menjadi wadah kolaborasi lintas sektor bersama Bupati Malang. “Di banyak desa sebenarnya ada potensi pangan luar biasa. Misalnya budidaya lele di Sumberpucung. Nilai gizinya tinggi dan mudah dikembangkan. Kami dorong ini jadi sumber protein lokal yang bisa menekan stunting,” jelas Ivan.
Fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
Penanganan stunting efektif hanya bisa dilakukan sejak masa kehamilan hingga usia anak dua tahun. Ivan menyebut masa ini sebagai jendela emas perkembangan anak.“Kalau anak sudah keluar dari 1.000 hari pertama dan mengalami stunting, fokus kita berubah menjadi penyelamatan fungsi otaknya. Karena stunting bukan sekadar perawakan pendek, tapi soal terganggunya perkembangan otak,” tambahnya. Untuk itu, Dinkes Kabupaten Malang melakukan intervensi sejak dini, mulai dari edukasi gizi bagi calon pengantin, pemeriksaan ibu hamil, skrining Hepatitis, TBC, HIV, hingga pendampingan gizi secara intensif dari puskesmas.
Intervensi Terstruktur, Berkelanjutan, dan Didampingi Ahli
Proses keluar dari kondisi stunting bisa memakan waktu lebih dari 1,5 tahun, tergantung pada usia dan tingkat keparahan. Jika kasus sudah melewati fase kritis, Dinkes juga menggandeng dokter spesialis dan ahli gizi untuk menangani lebih lanjut. “Kami tidak bekerja sendiri. Perlu pendekatan multidimensi, dari medis, sosial, hingga kultural. Dengan sinergi seluruh elemen, kami optimistis mencapai Zero Stunting 2026,” tegas Ivan. (ADV) (Ab)