Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
12/07/2025
CITILIVE

Menguak Jejak Kajoetangan: Dari Hutan Patangtangan, Kolonial Belanda, Hingga Heritage Kebanggaan Kota Malang

rifamahmudah
  • Juli 12, 2025
  • 4 min read
Menguak Jejak Kajoetangan: Dari Hutan Patangtangan, Kolonial Belanda, Hingga Heritage Kebanggaan Kota Malang

CITILIVE — Di jantung Kota Malang, kawasan yang dulu hanyalah hutan belantara kini menjelma menjadi koridor sejarah dan budaya. Namanya: Kajoetangan atau dalam ejaan modern: Kayutangan. Bukan sekadar nama jalan, Kayutangan adalah jejak waktu. Dari tanaman menjalar hingga bangunan kolonial bergaya Eropa, semua tersimpan di tiap sudut lorongnya yang berusia ratusan tahun.

Hari ini, Kampung Heritage Kajoetangan menjadi destinasi wisata budaya yang tak hanya menghadirkan estetika tempo dulu, tapi juga menyimpan kisah-kisah yang tertulis samar di dinding rumah tua, gorong-gorong kolonial, dan perkampungan yang bertahan dari modernisasi.

Nama Kajoetangan diyakini sudah dikenal bahkan sejak era Kerajaan Kediri dan Singasari, jauh sebelum Kota Malang berdiri.

Terdapat empat versi asal-usul penamaan kawasan ini:
1. Versi Tanaman Patangtangan
Tanaman menjalar berbentuk seperti tangan manusia diyakini tumbuh subur di kawasan ini. Namanya, patangtangan, lalu menjadi penanda wilayah. Inilah yang disebut dalam buku Toponim Kota Malang karya Devan Firmansyah dkk.
2. Versi Prasasti Ukir Negara (Pamotoh), 1198 M
Dalam prasasti Kerajaan Kediri, disebut ada hutan dengan tanaman patangtangan yang kini dipercaya sebagai lokasi Kajoetangan. Hutan itu dihuni kijang dan satwa liar lain.
3. Versi Penunjuk Arah Kayu Berbentuk Tangan
Pada masa kolonial, Belanda membangun penunjuk arah dari kayu berbentuk tangan manusia di simpang jalan. Letaknya diduga kuat di lokasi yang kini menjadi JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) di Kayutangan.
4. Versi Palang Trem Berbentuk Tangan
Zaman Belanda, trem melintas dari Kajoetangan ke Pakis. Di lintasan, ada palang dari kayu berbentuk tangan bertuliskan “Stop”. Versi ini memperkuat asal-usul toponim berbasis visual.

Menurut Agung H. Buana, pemerhati sejarah Malang, semua versi tersebut memiliki nilai literasi yang memperkaya narasi budaya.

Baca Juga:  Pelatihan Kode Etik Perlindungan Perempuan dan Anak di Kota Batu 2023

“Bisa jadi semuanya benar dan muncul pada zaman yang berbeda. Justru ini memperlihatkan bahwa Kajoetangan punya akar sejarah yang dalam dan berlapis,” ujar Agung.
Saat ini, kawasan Kajoetangan terbagi ke dalam tiga kelurahan:
• Kelurahan Kauman (Mal Sarinah – pertigaan Jalan Radja Bally)
• Kelurahan Oro-Oro Dowo (Kafe Lafayette – Hotel Trio Indah)
• Kelurahan Klojen (Kantor PLN – Bank BCA)

Tercatat ada 4 RW dan 34 RT yang masuk dalam cakupan administratif kawasan Kajoetangan. Pada abad ke-19, kawasan yang sebelumnya berupa hutan diubah Pemerintah Belanda menjadi pusat perdagangan. Pertokoan, penginapan, rumah tinggal para pejabat Eropa, hingga kantor pos berdiri megah. Ikon terkenalnya: Gedung Kembar Radja Bally, rancangan arsitek Belanda Karel Bros, yang menjadi semacam “gerbang” Kota Malang bagian barat.

Beberapa rumah kuno dari era kolonial bahkan masih berdiri kokoh. Rumah tertua diketahui berada di Jalan Basuki Rahmat Gang 6, dibangun pada tahun 1870 milik almarhum Nurwasil.
Tak hanya rumah tua, infrastruktur masa kolonial juga masih bisa ditemukan. Menurut Rudi Haris, anggota Pokdarwis Kampung Heritage, dulunya ada tiga saluran drainase besar dan empat rolak (pintu air). Kini hanya satu saluran utama yang tersisa.

“Dulu air dari gorong-gorong langsung mengalir ke Kali Sukun agar kawasan tidak banjir. Salurannya bisa dilalui manusia. Tapi kini sebagian tertutup atau hilang,” kenang Rudi, yang juga pelaku sejarah hidup di kawasan ini.

Kajoetangan juga hidup lewat kafe kopi vintage yang menyatu dengan bangunan tua. Salah satunya milik Rudi Haris, yang mengubah rumah peninggalan orang tuanya menjadi kedai kopi bernuansa tempo dulu. Interiornya dipenuhi mesin ketik tua, radio tabung, dan lampu minyak.

Baca Juga:  Polres Malang bersama Tim Gabungan Tangani Banjir di Sumbermanjing Wetan

“Pengunjung datang bukan cuma ngopi. Mereka mencari suasana. Kadang tanya sejarah, kadang bawa cerita sendiri dari masa kecil,” ujarnya. Sejak ditetapkan sebagai Kampung Heritage oleh Pemkot Malang tahun 2018, kawasan ini tak hanya direnovasi, tapi juga diaktifkan kembali. Tersedia trotoar lebar, signage klasik, penerangan artistik, dan spot-spot foto sejarah.

Tur jalan kaki (walking tour), festival mural, pasar barang antik, hingga komunitas sepeda ontel aktif mewarnai kawasan ini tiap akhir pekan.

“Kami ingin warisan ini hidup. Bukan hanya dipajang, tapi menjadi denyut nadi ekonomi dan edukasi warga,” kata Wali Kota Malang, Sutiaji, dalam sebuah pernyataan 2024 lalu. Kayutangan atau Kajoetangan bukan sekadar nama jalan atau kawasan. Ia adalah akumulasi dari sejarah kerajaan, kolonialisme, perjuangan kemerdekaan, hingga geliat pariwisata urban. Dari tanaman menjalar berbentuk tangan hingga penunjuk arah dari kayu, semua kisah ini menyatu membentuk identitas yang kuat bagi warga Malang Raya.

Di kota yang terus berubah, Kajoetangan tetap menjadi jangkar: tempat di mana masa lalu masih bisa dirasakan, diceritakan, dan dijaga bersama. (Ab)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *