Mendikdasmen Tegaskan Bahasa Inggris Mulai Diajarkan di SD Mulai 2027, Guru Harus Siap Hadapi Era AI

CITILIVE, KOTA MALANG — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI menegaskan komitmennya dalam meningkatkan kompetensi guru di seluruh Indonesia. Langkah ini menjadi bagian dari kebijakan strategis menjelang tahun 2027, saat Bahasa Inggris mulai diajarkan sejak kelas 3 sekolah dasar (SD) secara nasional.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Abdul Mu’ti, menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam Konferensi Internasional Teaching English as a Foreign Language in Indonesia (TEFLIN) ke-71, yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (UB) di Gedung Samanta Krida, Kamis (9/10/2025).
“Kita membutuhkan lebih banyak guru yang memiliki kemampuan mengajar Bahasa Inggris, baik dari lulusan pendidikan bahasa Inggris maupun guru bidang lain yang akan kami latih. Pemerintah menyiapkan program pelatihan intensif dan sertifikasi agar mereka siap menjalankan kurikulum baru,” ujar Prof. Mu’ti.

Ia menegaskan, kebijakan ini bukan sekadar menambah mata pelajaran, tetapi juga mendorong transformasi metode pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Fokusnya tidak hanya pada penguasaan bahasa, melainkan pada penerapan konsep deep learning pembelajaran yang mendalam, bermakna, dan menyenangkan.
“Pembelajaran Bahasa Inggris harus menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas, dan keberanian siswa untuk berkomunikasi. Tidak sekadar menghafal, tapi benar-benar memahami konteks bahasa dalam kehidupan nyata,” imbuhnya.
Prof. Mu’ti juga menyoroti pentingnya integrasi teknologi dan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan. Sejumlah sekolah, kata dia, kini mulai mengadopsi pembelajaran berbasis coding dan AI sebagai mata pelajaran pilihan untuk melatih logika berpikir dan pemecahan masalah sejak dini.
“Kemampuan guru untuk memanfaatkan teknologi dan AI dalam proses belajar menjadi sangat penting. Guru tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode konvensional,” tegasnya.
Menurutnya, pemanfaatan AI di ruang kelas dapat membantu guru menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan personal bagi siswa. Misalnya, dengan menggunakan learning analytics untuk memantau progres siswa, hingga pemanfaatan chat-based AI tools untuk latihan percakapan Bahasa Inggris.
Konferensi TEFLIN ke-71 di Universitas Brawijaya ini diikuti oleh 630 peserta dari 14 negara dan berlangsung selama 8–10 Oktober 2025, dengan mengusung tema “Deep Learning and Artificial Intelligence in Education.” Kegiatan ini menjadi wadah pertukaran gagasan antara praktisi, akademisi, dan pendidik internasional mengenai inovasi pengajaran Bahasa Inggris di era digital.
Prof. Mu’ti berharap forum akademik seperti TEFLIN dapat menjadi katalis perubahan positif dalam dunia pendidikan Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan global dan perkembangan teknologi.
“Kita ingin mencetak generasi guru dan siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga adaptif terhadap perubahan zaman. Pendidikan harus melahirkan pengalaman belajar yang mindful, meaningful, dan joyful,” pungkasnya. (Ab)