Mahasiswa Berani Bicara: Lawan Kekerasan Gender Sejak dari Kampus

CITILIVE — Kesadaran akan kekerasan berbasis gender kini mulai digalakkan dari lingkungan kampus. Dalam forum bertajuk “Risk and Speak: Berani Bicara, Selamatkan Bersama”, ratusan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang diajak terlibat aktif dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan.
Kegiatan yang berlangsung pada Rabu (14/5) ini digelar atas kolaborasi antara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Bareskrim Polri bersama sivitas akademika UIN Malang. Hadir langsung Dirtipid PPA & PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, S.I.K., M.Si., yang menekankan pentingnya suara anak muda dalam mengubah budaya diam menjadi gerakan sadar dan melindungi.
Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono, juga menyampaikan fakta mencengangkan bahwa sepanjang 2025, terdapat empat kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani jajarannya. Sebagian besar kasus tersebut berkaitan dengan pencabulan dan sodomi.

“Pencegahan harus dimulai dari kesadaran bersama. Jangan tunggu sampai terjadi baru kita bereaksi,” tegas Kombes Nanang.Ia juga menekankan pentingnya mahasiswa sebagai agen perubahan sosial. Dalam paparannya, Kombes Nanang memperkenalkan program edukasi berbasis kesehatan seperti vaksinasi HPV (Human Papillomavirus) bagi remaja usia 15 tahun sebagai langkah preventif melawan kanker serviks dan infeksi menular seksual lainnya.
“Melindungi generasi muda tak cukup dengan hukum. Edukasi dan intervensi kesehatan harus dikedepankan,” lanjutnya. Forum ini juga menjadi wadah diskusi interaktif antara mahasiswa dan aparat penegak hukum. Mahasiswa yang aktif berdialog dan bertanya mendapatkan apresiasi langsung dari Kapolresta sebagai bentuk penghargaan atas keberanian mereka bersuara.
Dukungan juga datang dari Rektor UIN Malang, Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. Ia menegaskan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga bisa hadir dalam bentuk kekerasan simbolik dan digital.“Kekerasan kini menembus ruang digital. Media sosial bisa menjadi alat kekerasan yang tak terlihat. Maka, penting bagi kampus untuk menjadi ruang aman dan sadar,” ujarnya.
Rektor juga mendorong pendekatan kolaboratif antar sektor, seperti model triple helix dan hexa helix yang melibatkan pemerintah, akademisi, media, masyarakat, dunia usaha, dan LSM. “Kampus kami terbuka untuk sinergi lintas sektor hingga lintas negara. Kolaborasi adalah kunci melawan kekerasan yang semakin kompleks,” tegasnya.
Forum ini menandai pentingnya sinergi antara institusi pendidikan dan aparat negara dalam mendorong kampus sebagai benteng terakhir melawan kekerasan. Gerakan “Berani Bicara” kini tidak sekadar ajakan, tetapi menjadi budaya yang mulai tumbuh dari mahasiswa pemuda yang siap menjaga ruang hidup lebih aman, setara, dan manusiawi. (Ab)