Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
19/10/2025
CITILIVE

Mahabharata: Widya Kalpika, Cara Universitas Negeri Malang Rayakan Dies Natalis Lewat Kisah Tentang Ilmu dan Kebijaksanaan

rifamahmudah
  • Oktober 19, 2025
  • 3 min read
Mahabharata: Widya Kalpika, Cara Universitas Negeri Malang Rayakan Dies Natalis Lewat Kisah Tentang Ilmu dan Kebijaksanaan

CITILIVE — Malam di Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang (UM) terasa berbeda. Cahaya panggung menyorot wajah-wajah para penari, gamelan mulai berdentum lembut, dan kisah Mahabharata pun mengalun lewat gerak tubuh bukan kata. Inilah Sendratari “Mahabharata: Widya Kalpika”, persembahan istimewa civitas akademika UM dalam perayaan Dies Natalis ke-71 yang memadukan seni, pendidikan, dan nilai kemanusiaan dalam satu panggung megah.

Pagelaran ini menjadi simbol bagaimana universitas tak hanya menjadi tempat mencari ilmu, tapi juga ruang untuk menumbuhkan kebijaksanaan dan nilai-nilai kehidupan. Uniknya, bukan hanya mahasiswa dan dosen yang tampil. Rektor UM beserta para wakil rektor dan dekan dari seluruh fakultas ikut menari dan berperan dalam lakon Mahabharata, menghadirkan semangat kebersamaan lintas jabatan dan generasi.

“Melalui karya seni seperti ini, kita belajar bahwa universitas bukan hanya tempat mencari ilmu, tetapi juga tempat menemukan nilai-nilai luhur kehidupan,” ujar Rektor UM dalam sambutannya.

Judul sendratari ini, “Widya Kalpika”, memiliki makna mendalam: widya berarti pengetahuan, sementara kalpika berarti proses menuju kesempurnaan. Ceritanya berpusat pada Ekalaya, Karna, dan Begawan Durna tiga tokoh yang menjadi cermin perjalanan manusia menuntut ilmu dan mencari kebijaksanaan.

Ekalaya digambarkan sebagai murid yang belajar dalam kesunyian, penuh tekad tanpa pamrih. Karna menjadi simbol perjuangan melintasi batas nasib dan status sosial, sementara Durna tampil bukan sekadar guru, melainkan sosok yang belajar mengendalikan dirinya sendiri.

Dalam salah satu adegan paling kuat, Durna mengikat tangannya sendiri simbol bahwa guru sejati bukan yang berkuasa atas murid, melainkan yang mampu menahan diri agar ilmunya memberi terang, bukan peperangan.

Skenario sendratari ini digarap oleh Prof. Aji Prasetya Wibawa, S.T., M.MT., Ph.D., sementara Dr. Tri Wahyuningtyas, M.Si. menjadi penata tari dan Dr. Karkono, M.A. bertindak sebagai sutradara. Musik karawitan yang mengiringi gerak tari disusun oleh Hartono, M.Sn., menciptakan suasana spiritual dan puitis di sepanjang pertunjukan.

Baca Juga:  Jelang Idul Adha, 4.000 Hewan Kurban di Kota Malang Diperiksa Ketat: PMK dan LSD Nihil

Panggung megah Graha Cakrawala pun disulap menjadi dunia pewayangan modern. Tata cahaya dramatis berpadu dengan kostum berwarna emas dan biru simbol pengetahuan dan keteguhan membuat setiap fragmen cerita terasa hidup.

Tak seperti pertunjukan kampus pada umumnya, acara ini terbuka gratis untuk masyarakat umum. Ribuan penonton hadir memenuhi gedung dari mahasiswa, alumni, hingga masyarakat yang ingin menyaksikan perpaduan seni klasik dan modern yang digarap secara profesional.

Bagi banyak penonton, malam itu bukan sekadar hiburan, melainkan pengalaman spiritual dan intelektual. “Kisahnya mengingatkan saya pada pentingnya menuntut ilmu dengan hati yang bersih,” ujar salah satu mahasiswa yang menonton dengan penuh kagum. Sendratari “Mahabharata: Widya Kalpika” tak hanya menandai Dies Natalis ke-71 UM, tetapi juga menjadi refleksi perjalanan universitas dalam menjaga semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Melalui simbol-simbol gerak dan musik, pesan yang ingin disampaikan sederhana namun kuat: bahwa tujuan akhir pendidikan bukanlah kemenangan atau gelar, melainkan kebijaksanaan dan kemanusiaan.

Ketika seluruh pemain menundukkan kepala di akhir pementasan, tepuk tangan panjang menggema. Malam itu, UM bukan hanya memperingati ulang tahun kampusnya tetapi juga merayakan makna sejati menjadi manusia yang terus belajar. (Adv)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *