Kementerian PKP Dorong Akselerasi Program 3 Juta Rumah Lewat Skema Kredit Perumahan UMKM

CITILIVE — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mendorong percepatan Program 3 Juta Rumah melalui peluncuran Kredit Program Perumahan (KPP) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sektor perumahan. Program ini disosialisasikan kepada pelaku usaha, pengembang, serta perbankan penyalur di Graha Purva Praja, Kota Malang, Rabu (22/10/2025).
Sekretaris Jenderal Kementerian PKP Didyk Choiroel menyampaikan, KPP menjadi langkah strategis pemerintah untuk memperkuat rantai ekonomi sektor perumahan melalui dukungan pembiayaan yang lebih inklusif dan terjangkau.
“Kredit Program Perumahan adalah bentuk nyata keberpihakan pemerintah kepada UMKM sektor perumahan. Kami ingin pelaku usaha memiliki akses pembiayaan yang mudah, murah, dan terjamin untuk mempercepat pembangunan rumah rakyat,” ujar Didyk.

Kredit Program Perumahan merupakan bagian dari Program 3 Juta Rumah, yang masuk dalam daftar 77 Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025–2029 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029.
Didyk menjelaskan, sektor perumahan memiliki efek berganda (multiplier effect) yang luas terhadap perekonomian nasional. Sedikitnya 110 sektor industri terdampak langsung dan 75 sektor lain terdampak tidak langsung.
“Ketika rumah dibangun, lapangan kerja terbuka, bahan bangunan bergerak, sektor transportasi, keuangan, dan manufaktur ikut berdenyut. Ini katalis ekonomi yang signifikan,” tegasnya.

Kredit Program Perumahan terbagi dalam dua skema: sisi penyediaan dan sisi permintaan.
• Sisi penyediaan ditujukan bagi pengembang, kontraktor, dan pedagang bahan bangunan UMKM untuk kegiatan pembangunan, pengadaan lahan, maupun renovasi.
• Sisi permintaan diperuntukkan bagi individu atau badan usaha kecil untuk pembelian rumah, renovasi, atau pembelian bahan bangunan guna mendukung kegiatan usaha.
Plafon KPP sisi penyediaan ditetapkan antara Rp500 juta hingga Rp5 miliar, sementara sisi permintaan berkisar Rp10 juta hingga Rp500 juta.
Pemerintah memberikan subsidi bunga 5% per tahun untuk penerima KPP sisi penyediaan dan bunga tetap 6% per tahun untuk sisi permintaan, dengan subsidi tambahan antara 5,5%–10% tergantung plafon kredit.
“Kami ingin memastikan KPP bukan hanya kredit murah, tapi juga kredit produktif. Dengan subsidi bunga yang signifikan, UMKM bisa bernapas lebih lega dan mempercepat perputaran modal,” tambah Didyk.
Penerima KPP wajib merupakan Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), NPWP, serta telah menjalankan usaha minimal enam bulan. Calon penerima juga tidak boleh menerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau program kredit pemerintah lain secara bersamaan.
Khusus pengembang dan penyedia jasa konstruksi, penerima wajib terdaftar dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). Agunan utama KPP adalah rumah atau perumahan yang dibiayai, dengan kemungkinan tambahan agunan sesuai kebijakan penyalur.
Didyk menegaskan, pemerintah menyiapkan mekanisme pengawasan ketat untuk menjamin akuntabilitas penyaluran kredit. Direktorat Jenderal Perumahan Perkotaan akan mengelola pelaksanaan teknis dan unggahan data penerima, sedangkan Inspektorat Jenderal PKP melakukan reviu dan audit secara berkala.
“Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Setiap rupiah dana subsidi bunga harus dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Melalui KPP, pemerintah berharap UMKM sektor perumahan dapat memperoleh permodalan yang lebih luas untuk meningkatkan produktivitas, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing industri bahan bangunan lokal.
Sektor perumahan sendiri diproyeksikan menjadi salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional periode 2025–2029.
“Kredit Program Perumahan bukan sekadar program finansial, tetapi gerakan sosial ekonomi. Kami ingin setiap rumah yang dibangun menjadi tempat tinggal sekaligus sumber kehidupan dan produktivitas bagi rakyat Indonesia,” pungkas Didyk. (Ab)