Kabut Pagi dan Kualitas Udara di Malang

CITILIVE – Kota Malang, sebuah kota yang terkenal dengan keindahan alamnya, belakangan ini menghadapi tantangan dalam hal kualitas udara dan munculnya kabut.
Pada Rabu pagi, tanggal 23 Agustus 2023, warga Malang disuguhi pemandangan yang cukup langka, yaitu kondisi udara yang berkabut.
Dari lantai tujuh Gedung Malang Creative Centre (MCC), daerah-daerah di kawasan Kecamatan Blimbing tampak terlindungi oleh kabut yang mengelilinginya.
Melansir Suryamalang.com, dalam situasi yang mungkin mengundang kekhawatiran banyak pihak, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang memberikan penjelasan bahwa kondisi ini disebabkan oleh cuaca yang sedang dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya faktor-faktor alam yang dapat mempengaruhi kondisi udara di suatu kota.
Namun, Kepala DLH, Noer Rahman, dengan tegas menyatakan bahwa kabut tersebut bukanlah indikator buruknya kualitas udara di Kota Malang.
Berdasarkan alat pantau yang dimiliki oleh DLH, kualitas udara masih berada dalam kategori baik.
“Noer Rahman menjelaskan bahwa cuaca yang berangin dan berawan tidak sama dengan polusi udara. Ini adalah masalah cuaca, bukan masalah polusi. Kualitas udara di Kota Malang masih dalam kondisi baik,” ungkapnya pada Rabu, 23 Agustus 2023. Penilaian ini didasarkan pada sistem pemantauan kualitas udara (Air Quality Monitoring System/AQMS) yang memberikan nilai 2,5.
Untuk memastikan informasi ini lebih lanjut, DLH telah melakukan pengecekan kondisi kualitas udara pada Selasa pekan yang sama.
Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukkan bahwa Kota Malang masih berada dalam kategori baik dengan kode warna hijau.
Penjelasan ini menegaskan bahwa informasi sejumlah situs di internet yang menyebutkan kualitas udara di Kota Malang buruk adalah tidak akurat.
“Hasil pengukuran ISPU pada Selasa menunjukkan kualitas udara di Kota Malang masih baik. Warna indikator masih hijau. Tidak seperti isu yang beredar yang menyebutkan indikatornya berwarna merah. Parameter indeks udara kami menunjukkan angka 2,5, yang artinya masih dalam kategori baik,” tandas Rahman.
Namun, dalam situasi ini, terdapat pernyataan yang cukup menarik dari Kepala DLH terkait dengan jumlah kendaraan yang memasuki Kota Malang dalam rangka penerimaan mahasiswa baru.
Pada musim penerimaan mahasiswa baru, jumlah kendaraan yang masuk menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan fenomena kabut pagi yang sedang terjadi, namun hal ini juga dapat memengaruhi kualitas udara di kota.
Rahman menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan uji emisi pada bulan sebelumnya dan menemukan sejumlah kendaraan dengan emisi gas yang tidak baik, terutama pada kendaraan yang menggunakan mesin diesel.
Hal ini tentu berpotensi memberikan dampak negatif terhadap parameter kualitas udara di Kota Malang.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, juga memberikan perspektifnya terkait masalah ini. Ia mencatat bahwa dalam dua pekan terakhir, sekitar 100 sepeda motor masuk ke Kota Malang setiap harinya melalui jasa kargo.
Hal ini terkait dengan musim penerimaan mahasiswa baru, di mana sebagian besar mahasiswa baru membawa kendaraan pribadi.
Widjaja juga mengungkapkan bahwa Dishub telah memantau situasi ini dengan seksama. Namun, ia mengakui bahwa tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasi jumlah kendaraan yang masuk.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas udara, tetapi juga dapat membuat kondisi lalu lintas semakin padat.
“Upaya pembatasan dengan rekayasa lalu lintas adalah salah satu solusi yang bisa kami lakukan, meskipun akan diterapkan hanya di jalur-jalur tertentu,” ungkap Widjaja.
Dalam situasi yang kompleks ini, pemerintah setempat dan berbagai instansi terkait perlu bekerja sama untuk menangani masalah yang berkaitan dengan kualitas udara dan lalu lintas.
Penerimaan mahasiswa baru adalah momen penting dalam kehidupan akademik, namun perlu diimbangi dengan upaya untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan warga kota.
Semua pihak perlu bersinergi demi menjaga keindahan dan kesehatan Kota Malang yang menjadi kebanggaan bersama.
Prakirawan Stasiun Klimtologi Malang, Ahmad Lutfi menjelaskan udara kabur yang ada di langit-langit Kota Malang adalah kabut.
Biasanya, kabut muncul sebelum matahari terbit. Kemudian akan hilang ketika terkena sinar matahari. Lutfi menjelaskan bahwa kabut itu adalah partikel basah.
“Kalau partikel basah, itu yang kami istilahkan dengan kabut. Kabut itu terlihat saat matahari belum terbit. Kalau kena pasan, ia akan hilang. Apa yang terjadi di Kota Malang bisa dikatakan kabut, pada saat hari semakin panas kan hilang,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan ada yang disebut partikel kering. Partikel kering ini terjadi karena asap yang berasal dari pembakaran bahan. Ketika kena panas, asap tersebut semakin pekat sehingga membuat jarak pandang pendek. Hal itu tidak terjadi di Kota Malang saat ini.
“Kalau itu partikel kering yang kami istilahkan asap, seperti pengalaman 1997 saat kebakaran hutan, ketika kena panas semakin pekat dengan pengaruh jarak pandang yang pendek. Kalau yang terjadi sekarang, tidak sampai seperti itu,” ujar Lutfi.
“Secara umum udara terlihat kabur saat musim kemarau. Ada partikel kering yang melayang dengan jumlah banyak. Kondisi itu berbeda daripada musim penghujan,” jelasnya lagi.