Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
19/10/2025
CITILIVE

Jangan Sampai Kota Batu Kehilangan Dingin dan Hijau: Desakan Pembatasan Investasi Menguat

rifamahmudah
  • Oktober 19, 2025
  • 3 min read
Jangan Sampai Kota Batu Kehilangan Dingin dan Hijau: Desakan Pembatasan Investasi Menguat

KOTA BATU — Kota yang dulu dikenal dengan hawa sejuk dan hamparan kebun apel kini mulai kehilangan “napas hijaunya”. Deretan bangunan baru, hotel, dan perumahan tumbuh cepat di berbagai sudut. Di tengah pesatnya pembangunan itu, sekelompok warga dan akademisi yang tergabung dalam Pokja Kota Batu menyerukan peringatan: pembatasan investasi sebelum Kota Batu kehilangan jati dirinya.

Seruan itu mengemuka dalam sarasehan di Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, pekan ini. Ketua Presidium Pokja Kota Batu, Andrek Prana, menyebutkan bahwa saat ini hanya sekitar 40 persen lahan Kota Batu yang masih bisa digunakan untuk pemukiman dan aktivitas ekonomi, sementara 60 persen lainnya adalah kawasan hutan dan ruang terbuka hijau.

“Kota Batu ini kecil, dan ruang hijaunya semakin tergerus. Kalau tidak dibatasi, nanti yang tersisa hanya beton dan aspal,” ujar Andrek dalam forum tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, geliat investasi memang membawa wajah baru bagi Kota Batu. Hotel-hotel modern berdiri megah, perumahan tumbuh di lereng-lereng bukit, dan lahan pertanian banyak beralih fungsi.

Namun di sisi lain, perubahan itu membuat warga khawatir. Udara tak lagi sedingin dulu, debit air berkurang, dan pemandangan sawah makin langka di pusat kota.

Pokja menilai, tanpa kendali yang jelas, investasi besar bisa berdampak jangka panjang terhadap ekosistem dan keseimbangan tata ruang kota wisata ini. “Kita tidak anti-investasi,” kata Andrek, “tapi investasi juga harus berwawasan lingkungan dan berpihak pada masyarakat lokal.”

Wali Kota Batu Nurochman merespons cepat desakan tersebut. Ia menyatakan akan melibatkan Pokja dan elemen masyarakat dalam merumuskan kebijakan pembatasan investasi, termasuk peninjauan ulang rencana tata ruang (RTRW).

Baca Juga:  Antisipasi gangguan Kamtibnas, Patroli Dialogis Polisi Dengan Warga di Stasiun Kepanjen Malang

“Kami tidak ingin Kota Batu kehilangan identitasnya sebagai kota wisata dan kota pertanian. Karena itu, arahnya adalah investasi yang terkendali dan berkelanjutan,” ujar Nurochman.

Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah moratorium sementara terhadap izin pembangunan hotel dan hunian di zona-zona yang dinilai sudah padat. Pemerintah juga menyiapkan pemetaan ulang kawasan hijau dan pertanian agar tidak lagi mudah beralih fungsi. Kota Batu bukan hanya destinasi wisata ia adalah ekosistem hidup yang ditopang oleh pertanian, hutan, dan sumber air. Bagi banyak warga, menjaga lahan hijau berarti menjaga masa depan kota.

“Kalau udara sejuk hilang, apa lagi yang bisa kita jual?” kata Laili, warga Desa Sidomulyo yang sejak kecil hidup dari bertani bunga. “Hotel boleh ada, tapi jangan sampai sawah habis semua.”

Bagi generasi muda Batu, isu lingkungan ini juga jadi refleksi. Banyak komunitas lokal mulai menggelar kampanye tanam pohon, bersih sungai, dan eco-wisata untuk menyeimbangkan geliat investasi dengan pelestarian alam.
Desakan pembatasan investasi yang digulirkan Pokja kini menjadi perbincangan hangat di kalangan warga dan pelaku wisata. Banyak yang berharap, kebijakan baru nanti bisa menjadi rem yang bijak — bukan penghambat, tapi pengarah agar pembangunan tidak kehilangan arah.

Kota Batu memang perlu berkembang. Tapi sebagaimana diingatkan Andrek, “Pertumbuhan tanpa keseimbangan akan membuat kita kehilangan hal paling berharga: alam yang menumbuhkan kita.”

Dengan rencana pembatasan investasi dan revisi tata ruang yang lebih ketat, Pemkot Batu berupaya memastikan satu hal sederhana namun penting: agar Kota Batu tetap dingin, hijau, dan manusiawi untuk generasi berikutnya. (Ab)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *