Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
01/08/2025
SPOOTLIVE

Sejarah Kartini

Selli
  • Desember 9, 2024
  • 3 min read
Sejarah Kartini

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam perjuangan emansipasi perempuan. Lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, Kartini adalah putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang bupati Jepara, dan M.A. Ngasirah, seorang perempuan berdarah ningrat sekaligus keturunan rakyat biasa.

Latar belakang keluarga bangsawan memberikan Kartini kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal, sebuah privilese yang jarang didapat perempuan pada masa itu.

Masa Kecil dan Pendidikan

Kartini mendapatkan pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah untuk anak-anak Eropa dan kaum priyayi. Di sana, ia belajar membaca, menulis, serta berbicara dalam bahasa Belanda. Namun, seperti tradisi yang berlaku pada zamannya, pendidikan Kartini terhenti ketika ia berusia 12 tahun. Ia harus menjalani pingitan, yaitu tradisi mengurung anak perempuan di rumah hingga menikah.

Meskipun demikian, semangat belajar Kartini tidak padam. Selama masa pingitan, ia banyak membaca buku, surat kabar, dan majalah berbahasa Belanda. Bacaan inilah yang membuka wawasannya tentang perjuangan perempuan, hak asasi manusia, dan pentingnya pendidikan. Kartini terinspirasi oleh berbagai ide pembaruan dari tokoh-tokoh feminis Eropa yang ia baca, seperti Clara Zetkin dan Hélène Lange.

Surat-Surat Kartini

Salah satu warisan terbesar Kartini adalah korespondensinya dengan teman-temannya di Belanda. Dalam surat-suratnya, Kartini sering mengungkapkan kegelisahan tentang ketidakadilan yang dialami perempuan Jawa, terutama keterbatasan dalam pendidikan dan kebebasan hidup. Ia juga menyuarakan pentingnya perempuan untuk mandiri dan memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.

Surat-surat Kartini kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh J.H. Abendanon dengan judul “Door Duisternis tot Licht” atau “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini menjadi salah satu karya penting yang menggambarkan pemikiran Kartini dan inspirasinya bagi generasi berikutnya.

Baca Juga:  Menjelajahi Potensi Karir di Luar Jurusan: Pilihan Alternatif

Perjuangan dan Warisan

Kartini menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat pada tahun 1903. Suaminya, yang merupakan seorang bupati Rembang, mendukung cita-cita Kartini untuk memajukan pendidikan perempuan. Kartini kemudian mendirikan sekolah perempuan pertama di Rembang. Sayangnya, perjuangannya terhenti ketika ia meninggal dunia pada usia 25 tahun, tepatnya pada 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.

Meskipun hidupnya singkat, gagasan dan perjuangan Kartini terus hidup melalui tulisan-tulisannya dan gerakan-gerakan yang terinspirasi olehnya. Hari kelahirannya, 21 April, kini diperingati sebagai Hari Kartini, untuk mengenang perjuangannya dalam memperjuangkan kesetaraan hak perempuan Indonesia.

Makna Perjuangan Kartini Masa Kini

Semangat Kartini menjadi fondasi bagi emansipasi perempuan di Indonesia. Perjuangannya menginspirasi perempuan untuk terus mengejar pendidikan, mengambil peran aktif di berbagai bidang, dan melawan diskriminasi. Kartini bukan hanya simbol feminisme Indonesia, tetapi juga teladan keberanian dan dedikasi dalam melawan ketidakadilan.

Dengan mengenang sejarah dan perjuangan Kartini, masyarakat Indonesia diharapkan terus mendukung kesetaraan gender dan memastikan akses pendidikan yang setara untuk semua. Kartini telah membuktikan bahwa meskipun berasal dari tempat yang sederhana, perubahan besar bisa dimulai dari keberanian untuk bermimpi dan bertindak.