Resensi Buku Filosofi Teras Karya Henry Manampiring
RESENSI, Malangpost.id – Sebuah buku berjudul “Filosofi Teras” karya Henry Manampiring merupakan buku yang memperkenalkan filsafat stoic. Stoic atau stoa merupakan filosofi Yunani-Romawi yang dapat membantu untuk mengendalikan emosi negatif dan menghasilkan mental tangguh saat menghadapi naik-turunnya kehidupan.
Adapun ilustrator dari buku ini adalah Levina Lesmana. Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas pada tahun 2019 dengan tebal buku sebanyak 320 halaman. Dimana buku ini menjelaskan tentang Stoa yang berkaitan dengan hal-hal relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Buku “Filosofi Teras” karangan Henry Manampiring menyajikan jalan menuju ketenangan berdasarkan kisah hidupnya. Henry Manampiring sendiri telah mengalami sendiri stres dan berbagai kesulitan dalam hidupnya. Buku ini bisa dibilang interpretasi dari jalan kehidupan dari penulis.
Mengapa Bernama Filosofi Teras?
Berawal dari kira-kira 2.300 tahun yang lalu, seorang pedagang dari Siprus bernama Zeno melakukan perjalanan dari Phoenicia menuju Peiraeus dengan menggunakan kapal laut. Namun sial, kapal yang ditumpangi Zeno karam. Ini merupakan cobaan yang besar, tidak hanya kehilangan harta, tetapi juga menjadi orang asing di kota yang bukan rumahnya.
Suatu hari di Athena, Zeno pergi menuju toko buku dan menemukan sebuah buku yang membuat ia tertarik. Buku tersebut adalah buku filsafat. Zeno kemudian bertanya ke pemilik toko, di manakah ia bisa bertemu filsuf penulis buku tersebut. Kebetulan melintas Crates seorang filsuf dan penjual buku menunjuknya. Zeno pun pergi mengikuti Crates dan belajar filsafat darinya.
Baca juga : Prihatin Kasus Korupsi, Tinuk Dwi Cahyani Dosen UMM Bentuk Buku “Pidana Mati Korupsi”
Zeno belajar dari berbagai filsuf yang berbeda dan ia pun mulai untuk mengajar filosofinya sendiri. Ia senang mengajarkan filosofinya di sebuah teras berpilar yang dalam bahasa Yunani disebut stoa. Sejak saat itu, para pengikut Zeno disebut “kaum Stoa”. Banyak orang sulit menyebutnya sebagai “Stoisisme”. Untuk mempermudah judul buku, Henry Manampiring menggunakan judul Filosofi Teras yang merupakan terjemahan dari kata stoa.
Apakah Makna Stoisisme?
Stoisisme mulai meredup pada awal abad ke-4, ketika Kekaisaran Romawi menetapkan agama kristen sebagai agama resmi negara. Saat ini, di abad 21, filosofi ini kembali populer dengan buku-buku dan presentasi yang mengenalkan kembali ke publik. Karya-karya dari William Irvine, Ryan Holiday, Tim Ferris, dan Massimo Pigliucci adalah bentuk pengenalan kembali filosofi Stoisisme ke publik. Bahkan, ada acara tahunan Minggu Stoa (Stoic Week) bagi para peminat Stosisme di seluruh dunia yang diadakan sekitar bulan Oktober sampai November. Di acara itu, penganut Stoisisme bisa bersama-sama melakukan refleksi dan mempraktikan filososfi Stoisisme selama seminggu dengan panduan online.
Baca juga : Biografi dan Karya Kang Maman, Misteri Dalam Fiksi
Filosifi ini jauh dari mengawang-awang atau lebih dari sekedar konsep abstrak dan “intelek”. Stoisisme bisa diterapkan sehari-hari dan bersifat sangat practical. Efek Stoisisme membantu dalam menjalani kehidupan dengan lebih tentram dan tidak mudah terganggu dengan hal-hal yang negatif, kesialan, tekanan pekerjaa, hingga perilaku orang yang menyebalkan di sekitar. Terdapat banyak prinsip-prinsip yang serupa dengan yang diajarkan oleh berbagai agama, nasihat kakek nenek, orang tua, sampai budaya Indonesia.
Stoisisme tidak dimaksudkan untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat eksternal seperti jodoh, mendapatkan ide bisnis start-up yang mudah memperoleh investasi jutaan dolar, atau anak yang jenius. Stoisisme lebih untuk mencapai hidup yang bebas dari emosi negatif dan hidup mengasah kebajikan. Tujuan utama dari filosofi Stoisisme adalah hidup dengan emosi negatif yang terkendali dan hidup dengan kebajikan. Atau hidup sebaik-baiknya seperti seharusnya menjadi manusia.
Mempraktikan Filosofi Teras
Ketika mempelajari Stoisisme, filosofi ini menekankan pada pikiran. Di dalam Stoisisme, “nalar” selalu dianalogikan sebagai sebuah fitur manusia yang superior. Pikiran kita bisa mempengaruhi fungsi tubuh dan sebaliknya. Kemampuan untuk bisa bernalar bisa juga mempengaruhi kesehatan jasmani. Namun tetap harus memperhatikan gaya hidup sehat.
Para praktisi Stoa yang akan mengasah kemampuan pikiran mereka dalam mengendalikan impuls dan emosi tidak boleh mengabaikan faktor fisik. Pikiran kita harus beristirahat karena setelahnya pikiran akan menjadi lebih tajam. Dengan menjaga kondisi fisik dan mental dengan cukup istirahat bisa mempraktikan ajaran filsuf Stoa.
Baca juga : Resensi Novel Karya Dee, Indra Penciuman, Aroma Karsa
Contoh kecilnya adalah ketika Henry terjebak macet. Sebelum mengenal Stoa, ia selalu kesal dan marah-marah setiap terjebak macet. Tapi setelah Henry mengenal Stoa, ia di tengah kemacetan bisa mengisi waktu seperti membaca e-book atau membereskan sedikit pekerjaan kantor.
Buku “Filosofi Teras” adalah buku yang menarik untuk mengenalkan apa itu Stoisisme atau Filosofi teras yang relevan dengan kondisi saat ini. Buku ini mengajarkan hidup dengan mengendalikan emosi negatif yang merupakan salah satu dari masalah kehidupan.
Gaya bahasa dari Henry sendiri terkesan tidak sungkan untuk mengajak pembaca terlarut dalam kisah-kisah yang pernah ia alami. Hal tersebut membuat pesan yang ingin ia sampaikan menjadi mudah untuk dimengerti. Ditambah ilustrasi yang menarik membuat buku ini tidak seperti buku filsafat yang berat.